'
14 Zulqaidah 1446 H | Senin, 12 Mei 2025
×
Rektor UII Kawatir Ada Cukong Dibalik Perguruan Tinggi Kelola Tambang
nasional | Sabtu, 25 Januari 2025 | 23:19:00 WIB
Editor : Admin | Penulis : CNN

Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid mempertanyakan dasar kampus yang mendukung usulan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi dalam perubahan keempat RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Fathul mengaku kurang bisa memahami pola pikir kampus yang justru merespons positif usulan ini dan menyatakan siap mengelola tambang, padahal butuh modal besar untuk bisa melakukannya.

"Jika kita ikuti logika para pendukung. Dari informasi yang saya dapat, investasi usaha pertambangan sangat tinggi. Kampus dapat uang dari mana? Dana pendidikan ketika digunakan untuk usaha nonpendidikan, ada implikasinya loh, termasuk di sisi perpajakan," kata Fathul saat dihubungi, Sabtu (25/1).

Fathul juga berpandangan jika pemberian izin tambang dianggap sebagai solusi atas pembiayaan tinggi setiap kampus sangatlah tidaklah masuk akal.

"Saya malah khawatir, jangan-jangan ada kepentingan cukong di balik kampus yang ngebet mendapatkan izin usaha pertambangan. Saya tidak paham dengan beragam logika kampus pendukung yang muncul di media. Dengan mengelola tambang, UKT menurun? Saya ragu hal itu akan terjadi," ujarnya.

"Coba dicek saja, di kampus-kampus besar yang menjalankan banyak usaha itu, apakah sudah ada dampaknya terhadap penurunan UKT? Pakai saja logika serupa untuk usaha pertambangan. Kalau memang sudah ada penurunan UKT di kampus tersebut, berarti saya yang ketinggalan kereta," sambung Fathul.

Dalam hal ini, Fathul menyatakan jika UII secara tegas menolak usulan pemberian WIUP kepada perguruan tinggi.

Pihaknya memiliki sederet alasan atas penolakan ini. Pertama, menurut Fathul, industri ekstraktif sudah terbukti mengakibatkan kerusakan lingkungan, sebagaimana aktivitas pertambangan yang juga sering menyebabkan konflik, penggusuran, dan dampak negatif pada masyarakat lokal.

Apabila perguruan tinggi terjun ke dalam sektor ini, lanjut Fathul, maka jelas integritas akademiknya bakal dipertaruhkan.

"Mengapa? Karena temuan saintifik terkait dengan dampak buruk aktivitas pertambangan terhadap lingkungan dan manusia di sekitar lokasi akan cenderung diabaikan. Kampus karenanya bisa menjadi antisains. Selain itu, keterlibatan dalam aktivitas pertambangan dapat memunculkan erosi kepercayaan publik terhadap kampus," tegasnya.

Alasan kedua, kata Fathul, apabila IUP ini dianggap sebagai hadiah dari pemerintah, sangat mungkin kampus sebagai rumah intelektual akan semakin parau suaranya ketika terjadi ketidakadilan atau penyalahgunaan kekuasaan. Ketiga, perguruan tinggi dikhawatirkan terlena dari misi utamanya sebagai lembaga pendidikan.

"Orang Jawa menyebutnya sebagai 'melik nggendong lali'. Keinginan untuk menggapai sesuatu yang lain dapat melupakan dari misi awalnya. Kampus harus fokus menghasilkan karya akademik yang bermanfaat, mencetak generasi pemikir kritis dan agen perubahan, bukan justru terjebak dalam korporatisasi dan menjadi entitas bisnis semata," ungkapnya.

Fathul menambahkan logika kampus yang sejatinya dijalankan dengan prinsip nirlaba berpotensi dirusak dengan pola pikir bisnis, mengejar profit sebesar-besarnya dengan godaan pengabaian etika. Termasuk, tidak mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan. Melibatkan diri dalam industri kontroversial, baginya jelas akan mencoreng reputasi kampus yang selama ini dibangun.

"Saya masih belum percaya dengan yang mengatakan jika kampus mengelola usaha pertambahan dan uang kuliah semakin murah. Jangan-jangan yang tambah kaya justru para elite dan pemilik kampusnya," katanya.

"Jika memang pemerintah ingin membantu kampus dalam pendanaan, masih banyak cara lain yang bisa dipilih, termasuk dengan meniadakan pajak lembaga dan mempermudah kampus membuka usaha yang bersih lain," sambung dia.

Namun demikian, Fathul yang merupakan ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah V DIY itu memastikan pandangan ini hanya mewakili UII. Dia belum mengetahui perspektif kampus-kampus swasta lain di provinsinya menyangkut usulan ini.

"Kalau negara ini percaya bahwa kampus punya posisi strategis untuk peradaban Indonesia ke depan, jangan tarik kampus ke gagasan yang dapat mengalihkan kampus dari misi mulianya. Lupakan saja gagasan pemberian izin pertambangan ke kampus yang membocorkan energi dan kehebohan yang tidak perlu. Hapus frasa 'perguruan tinggi' dari draf undang-undang," pungkasnya.

Pro kontra muncul saat Baleg DPR merumuskan aturan baru untuk memberikan izin usaha pertambangan atau WIUP kepada perguruan tinggi dan UMKM. Usulan itu tertuang dalam pembahasan RUU Minerba yang dibahas DPR jelang akhir masa reses.

Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) Mohammad Nasih menjadi salah satu yang menyambut baik usulan ini.

Menurut Nasih, usulan memberikan izin tambang tersebut adalah niat baik dari pemerintah sebagai solusi pembiayaan tinggi setiap kampus. Karena itu, dia sepakat dengan adanya rencana tersebut.

"Niatan ini kan sudah dapat satu, artinya pahalanya sudah satu. Kalau niatan baik ini direalisasikan tentu kami akan menyambut dengan baik," kata Nasih, di Kampus B Unair, Surabaya, Jumat (24/1).

Tapi, Nasih meminta pemerintah memberikan perguruan tinggi kesempatan untuk identifikasi lokasi tambang terlebih dahulu, sebelum resmi mengelolanya.

"Kalau kemudian kita identifikasi itu bisa memberikan manfaat. Karena tujuannya untuk meringankan perguruan, tentu kita akan menyambut baik," katanya.

Sementara itu, Nasih menilai pengelolaan pertambangan merupakan hal baru bagi perguruan tinggi. Maka hal itu perlu banyak pertimbangan sebelum kampus setuju dengan kebijakan tersebut.

"Bisnis tambang bukan urusan mudah, apalagi kalau tempatnya jauh, terpencil, dan seterusnya, ini bukan pekerjaan mudah. Mampukah perguruan tinggi mengambil investasi itu," ucapnya.

Dengan demikian, kata Nasih, di masa awal pasti akan banyak pengorbanan, pertimbangan dan investasi yang harus keluarkan oleh perguruan tinggi. Ia ingin memastikan pihaknya benar-benar sesuai dengan ketentuan itu.

"Tinggal hitung-hitungannya nyucuk (untung) atau tidak, kalau enggak ya mohon maaf, kalau masih nyucuk ya tentu perguruan tinggi akan dengan senang hati bisa menerima kesempatan," ujar dia. *

Sumber: CNNIndonesia

Index
Hadiri Tabligh Akbar Kelulusan Siswa SMKN I Pekanbaru, Ini Pesan Pj Sekdaprov Riau
Bupati Rohil Dukung Penuh Gerakan Penanaman Pohon demi Lingkungan Berkelanjutan  Raden Heru  Jumat,
Seleksi Selesai, 45 Peserta Tak Hadiri Ujian PPPK Pemprov Riau
Ruang Kelas Dirusak, Guru TK di Pelalawan Syok Temukan Miras dan Alat Isap Sabu
Komisi I DPRD Kampar Kunjungan Kerja ke Kodim 0313 KPR
Tinjau Pembangunan SMP Jalan Lingkar, Bupati Rohil,Hanya Berjalan Kaki Sejauh 2,5 Km
Pimpin UpacaraHardiknas Gubri, Pendidikan adalah Transformasi Peradaban.
Pertemuan Hangat Gubri dan Penasihat Presiden Bahas Isu Strategis Nasional
DPRD Kabupaten Kampar Gelar Paripurna Jawaban Pemerintah Tentang Pandangan Umum Fraksi-fraksi
Rakor Bersama Gubenur, Wabup Husni Sampaikan Beberapa Usulan Pembangunan
Index
Bupati Siak Lepas Peserta Karhutla Fun Run, Ajak Warga Lestarikan Hutan
Resmikan Ruang Kelas Baru Pondok Pesantren,Wabup Husni Berahrap Generasi Cerdas dan Berakhlak.
Gubri Abdul Wahid Makan Bajambau Bersama Warga Kampar
Apel Perdana Pasca Idul Fitri 1446 H, Alfedri,Mari Berbenah Untuk Siak Lebih Maju
Pemkab Siak Serahkan LKPD Unaudited 2024 ke BPK Riau
Pemkab Siak Serahkan LKPD Unaudited 2024 ke BPK Riau
Selasa, 1 April 2025 | 21:42:00 WIB
Ditlantas Polda Riau dan Tim Takjil Bagikan 200 Paket Berbuka untuk Pemudik dan Driver Bus
Kapolda Riau Buka Bersama Wartawan, Irjen Pol M. Iqbal Berpamitan Pasca Tiga Tahun Pimpin Polda Riau
Sidak Pelayanan di Bapenda, Walikota Pekanbaru: Banyak Keluhan Masyarakat
Buka Posko THR, Disnakertrans Riau Siap Terima Aduan Pekerja
Pemprov Riau Segera Bentuk Pansel Asesmen 10 Jabatan Kosong
pemerintahan
Hadiri Tabligh Akbar Kelulusan Siswa SMKN I Pekanbaru, Ini Pesan Pj Sekdaprov Riau
Seleksi Selesai, 45 Peserta Tak Hadiri Ujian PPPK Pemprov Riau
Rakor Bersama Gubenur, Wabup Husni Sampaikan Beberapa Usulan Pembangunan
Bupati Siak Lepas Peserta Karhutla Fun Run, Ajak Warga Lestarikan Hutan
daerah
Ruang Kelas Dirusak, Guru TK di Pelalawan Syok Temukan Miras dan Alat Isap Sabu
Komisi I DPRD Kampar Kunjungan Kerja ke Kodim 0313 KPR
DPRD Kabupaten Kampar Gelar Paripurna Jawaban Pemerintah Tentang Pandangan Umum Fraksi-fraksi
Resmikan Ruang Kelas Baru Pondok Pesantren,Wabup Husni Berahrap Generasi Cerdas dan Berakhlak.
Politik
 Pasangan Cawako Aman Menang Hasil Hitungan Cepat Raih 47 Persen Suara
Hasil Quick Count LSI Abdul Wahid-SF Hariyanto Unggul 42,39 Persen di Pilgub Riau
KPU Himbau Agar Masyarakat Datang ke TPS Gunakan Hak Suara
KPU Himbau Agar Masyarakat Datang ke TPS Gunakan Hak Suara
Selasa, 26 November 2024 | 00:00:00 WIB
Berikut Nama Lembaga Survei yang resmi Daftar ke KPU
Berikut Nama Lembaga Survei yang resmi Daftar ke KPU
Selasa, 26 November 2024 | 00:00:00 WIB

ekonomi
Bapenda Beri Penghargaan Taat Pajak kepada Perusahaan dan Warga
Hasil Uji Labor, Pemko Pekanbaru Pastikan Anggur Muscat Aman Dikonsumsi
UMKM EXPO Inhil Resmi di Tutup,Bupati Inhil,Semoga UMKM Makin Berkembang
Nasional
Rektor UII Kawatir Ada Cukong Dibalik Perguruan Tinggi Kelola Tambang
SKK Migas dan Polda Riau Tandatangani Perpanjangan Perjanjian Perjanjian Kerja Sama (PKS) SKK Migas
Pemko Pekanbaru Terima Pandangan Umum Fraksi Terhadap LKPj 2023
Kapolda Riau Irjen Moh Iqbal yang Juga Ketua Angkatan Akpol 1991, Jenguk Kapolda Jambi

internasional
Menteri Keamanan Israel Ancam Bubarkan Pemerintah Benjamin Netanyahu
Gelar Konpers Pertama, Taliban Janji Hormati Hak Perempuan Menurut Syariah
Galeri Foto
foto 1
Jaringan Shabu Internasional Ditangkap
Kamis, 20 Januari 2022 | 20:43:15 WIB
foto 2
Kamis, 1 Januari 1970 | 07:00:00 WIB
foto 3
Kamis, 1 Januari 1970 | 07:00:00 WIB
foto 4
Kamis, 1 Januari 1970 | 07:00:00 WIB
olahraga
Pengurus Pengprov Muaythai Riau dan Pengurus kab/kota Jumpai Kabid Organisasi dan Bidang Hukum KONI
Muaythai Tampil di Perpisahan Sekolah, Ketua KONI: Muaythai akan Kita Jadikan Ekstrakurikuler Binaan
PON Papua Tetap Digelar di Tengah Pandemi Covid-19, Ini Arahan Jokowi ke KONI

News Popular
Pilihan Redaksi
Daerah
Politik
Nasional
Serba Serbi
Suara Kalbu
Rektor UII Kawatir Ada Cukong Dibalik Perguruan Tinggi Kelola Tambang
nasional | Sabtu, 25 Januari 2025 | 23:19:00 WIB
Editor : Admin | Penulis : CNN
Pemerintahan

OLAHRAGA

Pendidikan
lingkungan

Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Fathul Wahid mempertanyakan dasar kampus yang mendukung usulan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi dalam perubahan keempat RUU Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba). Fathul mengaku kurang bisa memahami pola pikir kampus yang justru merespons positif usulan ini dan menyatakan siap mengelola tambang, padahal butuh modal besar untuk bisa melakukannya.

"Jika kita ikuti logika para pendukung. Dari informasi yang saya dapat, investasi usaha pertambangan sangat tinggi. Kampus dapat uang dari mana? Dana pendidikan ketika digunakan untuk usaha nonpendidikan, ada implikasinya loh, termasuk di sisi perpajakan," kata Fathul saat dihubungi, Sabtu (25/1).

Fathul juga berpandangan jika pemberian izin tambang dianggap sebagai solusi atas pembiayaan tinggi setiap kampus sangatlah tidaklah masuk akal.

"Saya malah khawatir, jangan-jangan ada kepentingan cukong di balik kampus yang ngebet mendapatkan izin usaha pertambangan. Saya tidak paham dengan beragam logika kampus pendukung yang muncul di media. Dengan mengelola tambang, UKT menurun? Saya ragu hal itu akan terjadi," ujarnya.

"Coba dicek saja, di kampus-kampus besar yang menjalankan banyak usaha itu, apakah sudah ada dampaknya terhadap penurunan UKT? Pakai saja logika serupa untuk usaha pertambangan. Kalau memang sudah ada penurunan UKT di kampus tersebut, berarti saya yang ketinggalan kereta," sambung Fathul.

Dalam hal ini, Fathul menyatakan jika UII secara tegas menolak usulan pemberian WIUP kepada perguruan tinggi.

Pihaknya memiliki sederet alasan atas penolakan ini. Pertama, menurut Fathul, industri ekstraktif sudah terbukti mengakibatkan kerusakan lingkungan, sebagaimana aktivitas pertambangan yang juga sering menyebabkan konflik, penggusuran, dan dampak negatif pada masyarakat lokal.

Apabila perguruan tinggi terjun ke dalam sektor ini, lanjut Fathul, maka jelas integritas akademiknya bakal dipertaruhkan.

"Mengapa? Karena temuan saintifik terkait dengan dampak buruk aktivitas pertambangan terhadap lingkungan dan manusia di sekitar lokasi akan cenderung diabaikan. Kampus karenanya bisa menjadi antisains. Selain itu, keterlibatan dalam aktivitas pertambangan dapat memunculkan erosi kepercayaan publik terhadap kampus," tegasnya.

Alasan kedua, kata Fathul, apabila IUP ini dianggap sebagai hadiah dari pemerintah, sangat mungkin kampus sebagai rumah intelektual akan semakin parau suaranya ketika terjadi ketidakadilan atau penyalahgunaan kekuasaan. Ketiga, perguruan tinggi dikhawatirkan terlena dari misi utamanya sebagai lembaga pendidikan.

"Orang Jawa menyebutnya sebagai 'melik nggendong lali'. Keinginan untuk menggapai sesuatu yang lain dapat melupakan dari misi awalnya. Kampus harus fokus menghasilkan karya akademik yang bermanfaat, mencetak generasi pemikir kritis dan agen perubahan, bukan justru terjebak dalam korporatisasi dan menjadi entitas bisnis semata," ungkapnya.

Fathul menambahkan logika kampus yang sejatinya dijalankan dengan prinsip nirlaba berpotensi dirusak dengan pola pikir bisnis, mengejar profit sebesar-besarnya dengan godaan pengabaian etika. Termasuk, tidak mempertimbangkan kerusakan lingkungan yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan. Melibatkan diri dalam industri kontroversial, baginya jelas akan mencoreng reputasi kampus yang selama ini dibangun.

"Saya masih belum percaya dengan yang mengatakan jika kampus mengelola usaha pertambahan dan uang kuliah semakin murah. Jangan-jangan yang tambah kaya justru para elite dan pemilik kampusnya," katanya.

"Jika memang pemerintah ingin membantu kampus dalam pendanaan, masih banyak cara lain yang bisa dipilih, termasuk dengan meniadakan pajak lembaga dan mempermudah kampus membuka usaha yang bersih lain," sambung dia.

Namun demikian, Fathul yang merupakan ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayah V DIY itu memastikan pandangan ini hanya mewakili UII. Dia belum mengetahui perspektif kampus-kampus swasta lain di provinsinya menyangkut usulan ini.

"Kalau negara ini percaya bahwa kampus punya posisi strategis untuk peradaban Indonesia ke depan, jangan tarik kampus ke gagasan yang dapat mengalihkan kampus dari misi mulianya. Lupakan saja gagasan pemberian izin pertambangan ke kampus yang membocorkan energi dan kehebohan yang tidak perlu. Hapus frasa 'perguruan tinggi' dari draf undang-undang," pungkasnya.

Pro kontra muncul saat Baleg DPR merumuskan aturan baru untuk memberikan izin usaha pertambangan atau WIUP kepada perguruan tinggi dan UMKM. Usulan itu tertuang dalam pembahasan RUU Minerba yang dibahas DPR jelang akhir masa reses.

Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, sekaligus Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) Mohammad Nasih menjadi salah satu yang menyambut baik usulan ini.

Menurut Nasih, usulan memberikan izin tambang tersebut adalah niat baik dari pemerintah sebagai solusi pembiayaan tinggi setiap kampus. Karena itu, dia sepakat dengan adanya rencana tersebut.

"Niatan ini kan sudah dapat satu, artinya pahalanya sudah satu. Kalau niatan baik ini direalisasikan tentu kami akan menyambut dengan baik," kata Nasih, di Kampus B Unair, Surabaya, Jumat (24/1).

Tapi, Nasih meminta pemerintah memberikan perguruan tinggi kesempatan untuk identifikasi lokasi tambang terlebih dahulu, sebelum resmi mengelolanya.

"Kalau kemudian kita identifikasi itu bisa memberikan manfaat. Karena tujuannya untuk meringankan perguruan, tentu kita akan menyambut baik," katanya.

Sementara itu, Nasih menilai pengelolaan pertambangan merupakan hal baru bagi perguruan tinggi. Maka hal itu perlu banyak pertimbangan sebelum kampus setuju dengan kebijakan tersebut.

"Bisnis tambang bukan urusan mudah, apalagi kalau tempatnya jauh, terpencil, dan seterusnya, ini bukan pekerjaan mudah. Mampukah perguruan tinggi mengambil investasi itu," ucapnya.

Dengan demikian, kata Nasih, di masa awal pasti akan banyak pengorbanan, pertimbangan dan investasi yang harus keluarkan oleh perguruan tinggi. Ia ingin memastikan pihaknya benar-benar sesuai dengan ketentuan itu.

"Tinggal hitung-hitungannya nyucuk (untung) atau tidak, kalau enggak ya mohon maaf, kalau masih nyucuk ya tentu perguruan tinggi akan dengan senang hati bisa menerima kesempatan," ujar dia. *

Sumber: CNNIndonesia